Layaknya seorang bayi yang baru beberapa hari mengenal dunia,
hanya mengandalkan sepasang mata untuk mengamati sekitarku.
Mulut ini lebih banyak terkunci hanya sesekali menirukan apa yang mereka katakan.
Ketika aku asyik dengan duniaku.
Layaknya balita yang lebih senang berimajinasi dan menikmati dunianya sendiri,
aku lebih banyak mengoceh tanpa arti yang jelas dan tak jelas pula dengan siapa ku mengoceh.
Layaknya balita yang lebih senang ngomong sendiri saat mereka bermain.
Namun lebih tepatnya menggunakan istilah “menggerutu” untuk aku yang sudah tua ini.
Tak ada yang menghiraukan, mungkin hanya anggukan palsu seolah-olah mereka mengerti padahal pikirannya melayang kemana-mana.
Ketika ku mencari kacamata yang sedang kupakai.
Ketika ku lupa bagaimana menggunakan sisir.
Lupa alias pikun, yah…. Ku lebih banyak menyalahkan orang lain atas hilangnya barang-barang kesukaanku dan meminta mereka menyarikannya.
Padahal barang-barang itu sedang kupakai dan bila ada yang mengingatkan,
maka sedikitpun ku tak merasa bersalah apalagi malu hanya gerutu lirih yang keluar dari mulut tipis ini.
Saat mereka ganti menggerutu karena rambutku yang terlihat gimbal dan memberikan sisir untukku, tapi malah kubuat mainan dan akhirnya patah.
Ketika ku tak peduli lagi dengan kulit keriputku.
Lebih banyak menghabiskan waktu di bawah terik matahari, karena tak seperti masa mudaku dulu yang begitu takutnya bila sampai kulit menjadi hitam. Sekarang ku malah bersahabat dengan matahari dan begitu menikmatinya, meski ku dengar dari kejauhan orang-orang pada menyuruhku kembali ke rumah dan beristirahat, dengan menunjukkan wajah seolah-olah tak mendengar ucapan mereka, aku pun tak peduli.
Ketika ku cemburu dan manja.
Saat anak-anak dan cucu-cucuku mulai sibuk dengan dirinya sendiri tak ada yang memperhatikanku, saat inilah ku mulai melakukan tindakan-tindakan ceroboh hanya untuk sedikit mengalihkan perhatian mereka. Saat raga ini mulai lemah tak berdaya, saat itulah ku mulai manja dan ingin selalu berada di dekat mereka.
Ketika ku menikmati jerih payahku.
Masa ketika ku mengingat apa yang telah kulakukan kala muda, berjuang, jatuh, lalu bangkit kembali.
Tertawa, gembira, menangis, kecewa, marah, hampir semua rasa pernah singgah dalam hidupku.
Sekarang saat segala pengalaman itu menumpuk, aku hanya bisa mengenangnya.
Hal yang menjadi impianku kala itu adalah terus tersenyum saat menjadi nenek-nenek melihat sesuatu yang kulakukan dan kuhasilkan bisa terus dinikmati orang lain.
Ada sesuatu yang bisa kusumbangkan bagi generasi penerusku, walau hanya hal kecil pun.
Ketika ku tak mampu lagi berkata-kata.
Saat raga ini sudah terlalu rapuh karena penyakit yang biasa menyerang kalangan orang tua sepertiku,
tak mampu lagi ku berucap hanya bisa mengungkapkan semuanya lewat pandangan penuh arti yang setiap waktu berkaca-kaca.
Saat ku tak mampu berkomunikasi secara langsung pada mereka yang kusayang.
Saat ku benar-benar merasakan balas budi mereka anak-anakku yang dengan sabar merawatku dan terharu atas semua itu,
padahal hal yang sama sekali tak kuinginkan yaitu merepotkan dan menyusahkan mereka.
Ketika ku hanya ingin medekat kepada-Nya.
Saat kumerasa waktu tak akan lama lagi,
teringat dosa-dosa yang selama ini membuatku hina di dunia apalagi di akhirat kelak,
ku hanya manusia yang kotor.
Tak ada hal lain saat jiwa ragaku mulai rapuh hanyalah bertobat dan mempersiapkan akhiratku kelak.
Saat ku tak memiliki tanggungan lagi atas anak-anakku yang sudah berkeluarga,
hanya doa sebagai orang tua agar mereka bahagia dan menjadi panutan yang baik bagi cucu-cucuku.
Allah hanya kepada-Mu lah jiwa lemah ini kan kembali.
-By: Ien-
2 komentar
siiiiiiiiiiippp ezzz
tapi aku ko ga mudeng yak...
hehehhehe
bahasane tingkat tinggi..
hahaa
Silahkan Beri Komentar Saudara...