Man Yazra’ Yahshud....
Merupakan
petuah Arab yang artinya “barang siapa
menanam pasti akan memetik (mengetam).” (sumber: http://www.motivasi-islami.com/man-yazra-yahshud/)
Dalam Bahasa Indonesia
sering kita dengar peribahasa “Apa yang kamu tabur, itulah yang kamu tuai.”
Atau ada juga peribahasa “Apa yang kau tanam, itulah yang akan kau ketam.” Inti
dari semua itu adalah sama, bahwa apapun yang kita lakukan saat ini akan ada
hasil atau balasannya di kemudian hari.
Perhatikan
cerita singkat berikut:
_______________________________________________________________________
Pada saat
mengikuti PPGT (Pendidikan Profesi Guru Terintegrasi) di UNESA, tiap minggu
saya pulang kampung. Terkadang jumat atau sabtu saya pulang ke Jombang.
Kemudian minggu sore saya kembali ke Surabaya. Hal ini sudah menjadi rutinitas
hampir satu tahun.
Bagi
bismania, pasti sudah hafal dengan hiruk pikuk bis arah Surabaya kala minggu
sore atau senin pagi. Apalagi saat bis sudah sampe Jombang, bagai bercintakan geliga di mulut naga, yang
artinya bagai mengharapkan sesuatu (tempat duduk kosong) yang mustahil. Berdiri
dan bebas bergerak saja sudah bersyukur. Yang paling memprihatinkan adalah bila
berdiri dan tak bisa bergerak, bahkan hanya untuk sekedar menolehkan kepala
yang pegel saja tidak bisa. Akan tetapi dengan keadaan penuh sesak yang seperti
itu, memberikan pelajaran tersendiri bagi saya.
Sudah menjadi
makanan lalu jika persamaan gender saat ini diupayakan merambah ke berbagai
aspek. Kaum lelaki pun tak mau kalah. Termasuk sudah menjadi rahasia umum saat
naik bis yang penuh sesak, mereka tak mau mengalah untuk sekedar menawarkan
tempat duduknya kepada kaum wanita. Jangankan wanita, nenek-nenek pun dibiarkan
berdiri dan bergoyang-goyang hampir roboh akibat rem bis yang suka mendadak.
Akan tetapi
justru dari sini lah saya merasa “aneh” saat ada seseorang yang menawarkan
tempat duduk untuk saya.
~
Yang pertama
yang saya ingat adalah seorang mas-mas yang kemudian berdiri saat bis berjalan
beberapa meter sejak saya naik. Mas itu menawarkan saya tempat duduk, dengan
canggung saya “tolah-toleh”. Merasa agak aneh saja karena yang berdiri bukan
hanya saya, tapi banyak juga kaum wanita yang berdiri, bahkan Ibu-ibu.
Alhamdulillah Ibu yang berdiri dekat saya tadi akhirnya mendapatkan tempat
duduk dari penumpang yang akan turun. Akhirnya saya tersenyum dan
berterimakasih kepada mas tersebut, sambil cepat-cepat duduk. Awalnya saya
pikir mas itu akan turun juga seperti penumpang yang lain. Eh ternyata dia
tidak turun, dan baru turun sampai Mojoagung yang hampir masuk Mojokerto. Dalam
hati saya bergumam, “masih ada ya mas-mas yang peduli”. Dan akhirnya saya
tertidur.
~
Yang kedua
adalah seorang Bapak-bapak yang “terkesan” galak. Bagaimana tidak, suaranya
menggelegar dan terus marah-marah kepada sopir yang terus saja memasukkan
penumpang padahal kami, penumpang yang di dalam sudah tidak bisa bergerak.
Bapak itu terus saja mengomel, dan saya sesekali melihatnya. Tapi akhirnya saya
lebih memilih melihat keluar jendela. Sampai di Peterongan ada seorang Bapak
yang hendak turun, otomatis tempat duduknya akan menjadi rebutan penumpang yang
berdiri seperti saya, bak semut segera berkeroyok ke arah gula.
Tiba-tiba
saja saya terkejut karena ada yang menarik pergelangan tangan saya dengan
eratnya. Saat saya lihat, ternyata Bapak yang “terkesan” galak tadi yang
menarik pergelangan tangan saya sambil bilang, “Adek ini, ayo duduk (menyuruh
saya duduk), eh mas-mas tolong ini duduknya buat adek ini”, Bapak itu bilang ke
mas yang mau menerobos duduk. Tanpa bisa berpikir saya langsung duduk.
Ya Allah,
saya menyesal telah me-cap Bapak itu
sebagai Bapak yang galak. Padahal hatinya baik sekali. Saat saya duduk barulah
saya sadar bahwa disekitar situ banyak pula gadis dan wanita yang berdiri.
Sekali lagi ini adalah rezeki.
~
Yang ketiga
adalah perjalanan saya menuju Semarang, seorang diri dan pertama kali. Niat
saya ke Semarang adalah bermain untuk mengisi liburan. Saya berangkat dari
Bungurasih, terminal Sidoarjo. Saya berangkat pagi-pagi dengan harapan agar
mendapat bus jurusan Surabaya-Semarang sehingga tidak perlu oper bis. Akan
tetapi ternyata bis jurusan itu adanya sesuai jadwal tidak seperti bis jurusan
lain yang sekitar 10 menit berangkat. Saat itu jam tangan menunjukkan angka
07.00 WIB, padahal kernet bis memberikan informasi bahwa bis Surabaya-Semarang
adanya nanti jam 09.00 WIB. Whatt?? 2 jam lagi??. Hmmm sempat berdiam sejenak,
kemudian saya memutuskan untuk naik bis jurusan Surabaya-Solo saja dibandingkan
harus menunggu di terminal selama 2 jam. Bismillah saya berangkat.
Setibanya di
terminal Solo saya sempat merasa bingung karena baru pertama kali, akan tetapi
saya tidak mau memperlihatkan tingkah-laku seperti orang bingung. Bukan
apa-apa, hanya waspada saja daripada menjadi “mangsa” orang yang tidak
bertanggung jawab. Dengan langkah pasti saya menghampiri petugas perhubungan
yang memakai pakaian dinas berwarna biru. Akhirnya saya menuju lorong bis
jurusan Semarang. Kalau tidak salah, namanya bis “Safari”. Baru saja naik bis,
sudah ada ibu-ibu sekitar umur 50.an memanggil saya dan memberikan tempat duduk
di sebelahnya. Betapa bahagianya saya, karena saya selalu mengincar tempat
duduk paling depan di belakang sopir, apalagi kalau saya termasuk “asing” di
bis jurusan itu. Selain bisa melihat pemandangan depan dengan leluasa, letak
tempat duduk ini juga memudahkan saya untuk bertanya atau memberitahu sopir
tempat saya akan turun.
Sebenarnya
masih banyak lagi kejadian di dalam bis yang saya rasa “aneh” bin “ajaib”, tapi
setidaknya kejadian-kejadian tersebut sudah mewakili.
Sampai suatu
hari pada saat saya di rumah dan berkumpul bersama keluarga. Sudah menjadi
kebiasaan kami untuk saling bercerita kejadian apapun, termasuk saya. Saya juga
bingung sebenarnya antara bercerita memberitahu atau bertanya pada diri
sendiri. Pada saat itu saya bilang kalau saya cukup sering heran dengan
kejadian yang saya anggap “aneh” di dalam bis, berkaitan dengan orang-orang
yang baik hati memberikan tempat duduk untuk saya.
“lhaaaaaaaaaa....
yo ikuuuuu” (artinya: lha ya itu). Tiba-tiba suara keras bapak mengagetkanku.
Dengan
ekspresi bingung saya bertanya kepada beliau, “maksudnya???”
Bapak
menimpali pernyataannya, “ternyata iki toh balesane” (artinya: ternyata ini
balasannya).
Saya semakin
tidak mengerti apa maksud beliau sebenarnya, balasan apa?.
Kemudian
bapak baru menjelaskan, “selama iki bapak lak numpak bis mesti tolah-toleh
nontok be’e onok penumpang wadon utowo mbah-mbah seng ngadek, mesti bapak
paringi lunggoh. Ben bapak ae seng ngadek. Emang kudune yo ngunu iku seng
bener. Eh ternyata Allah benar-benar Maha Adil. Balesane sakiki sampean
diparingi kemudahan pas ndek bis. Wong lak nglakoni apik mesti onok balesane,
durung mesti balesane nang awak.e dhewe, iso ae nang anak cucu.”
(artinya:
selama ini bapak setiap naik bis selalu mencari-cari penumpang yang berdiri,
siapa tahu ada perempuan atau orang yang sudah tua diantara mereka yang
berdiri, selalu bapak persilakan duduk. Biar bapak saja yang berdiri. Memang
seharusnya seperti itu yang benar. Eh ternyata Allah benar-benar Maha Adil.
Balasannya sekarang kamu diberi kemudahan saat naik bis. Orang kalau melakukan
kebaikan pasti ada balasannya, balasan itu tidak harus selalu kembali ke diri
kita sendiri, bisa saja balasannya dapat dirasakan oleh anak cucu kita nanti.)
Subhanallah.....
pelajaran berharga yang saya petik saat itu. Bahwa kebaikan yang dilakukan
orang tua, mereka tidak berharap itu akan kembali pada diri mereka sendiri,
akan tetapi lebih kepada sebuah do’a dan harapan agar kebaikan itu dapat juga
dirasakan oleh anak-anak mereka.
___________________________________________________________________________
Yang berikut
ini berbeda karena kejadiannya bukan di dalam bis, melainkan di dalam kereta.
Yah, kereta jurusan Surabaya-Malang. Saat itu saya bersama “Sun” sedang
jalan-jalan ke Surabaya, biasa kebiasaan mahasiswa mengisi libur, hehee.
Biasanya kami pergi ke Surabaya naik motor, terkadang naik bis. Tapi untuk kali
ini kami ingin mencoba naik kereta. Setelah asik jalan-jalan kami menuju
stasiun gubeng. Alangkah terkejutnya saya ketika melihat stasiun penuh sesak,
bisa dibayangkan bagaimana di dalam kereta. Akhirnya dengan cukup lemot, saya
baru sadar kalau ini adalah hari sabtu. Ohmeeen pantas saja, sabtu malang
minggu, mereka yang merantau kerja atau sekolah di Surabaya pada pulang.
Dengan susah
payah dan berdesak-desakan serta dorong-dorongan, akhirnya kami masuk juga ke
dalam kereta. Jangankan mengharapkan tempat duduk, berdiri dengan nyaman saja
sudah susah. Kereta pun berjalan. Jess jess jesss....
Setelah
kurang lebih satu jam, saya sudah mulai lemes, sesak napas. Jelas saja, setelah
saya perhatikan sekeliling, jendela kereta berada di atas saya, sedangkan
orang-orang yang berdiri termasuk “Sun” saya jauh lebih tinggi daripada postur
saya. Nasib, saya kalah dalam berebut oksigen. Selang beberapa lama saya
semakin lemas, dan bisa dibilang hampir pingsan. “Sun” menyadari hal ini, dan
tidak mau mengambil resiko. Akhirnya yang tujuan awal kami sesuai karcis adalah
Malang, berganti harus turun di stasiun Bangil. Dengan keadaan yang semakin dan
semakin lemas ini, sampai-sampai turun dari kereta saja saya merasa pusing.
Akhirnya saya pun digendong “Sun”. Hehee
Kemudian
setelah sampai di pinggir rel, dia membaringkan saya. Sejurus kemudian,
bapak-bapak ibu-ibu pada berkumpul dan tergopoh-gopoh menolong saya.
Orang-orang yang tak saya kenal, bahkan bisa dibilang baru pertama bertemu. Ada
yang memijat kaki saya, memijat tangan, dan kepala saya, ada yang memberikan
minyak kayu putih. Dengan mata yang sayu, saya bisa melihat raut wajah khawatir
dan cemas dari mereka.
Subhanallah... kenapa banyak sekali orang baik yang
membantu saya.
Dengan
samar-samar saya mendengar percakapan mereka dengan sesama yang membantu saya.
Salah satu ibu berkata, “Ngene iki aku eling anakku seng kuliah. Adoh tekan
omah, adoh tekan wong tuo, piye lak seandaine ngalami kondisi koyok mbak.e
ngene iki. Aku ndungo ben lak onok opo-opo onok seng nulungi anakku koyok aku
nulungi mbak.e iki”. Kurang lebih artinya (begini ini saya ingat anak saya yang
sedang kuliah. Jauh dari rumah, jauh dari orang tua, bagaimana seandainya
mengalami keadaan seperti mbak ini. Saya berdo’a agar kalau terjadi apa-apa
dengan anak saya ada yang menolong seperti saya menolong mbak ini).
Saat itu
juga kerumunan orang itu pada mengangguk tanda setuju dan memiliki harapan yang
sama agar selalu ada orang baik yang menolong anaknya dimanapun mereka berada.
Sekali lagi Subhanallah... di setiap apapun yang dilakukan orang tua selalu
terselip do’a untuk anak-anak mereka.
____________________________________________________________________________
Saat ini lagi
musim liburan sekolah selama 2 minggu. Kebetulan saya sedang membutuhkan
legalisir ijazah dari SD s/d SMA untuk suatu keperluan yang bisa dibilang
mendesak. Proses legalisir ijazah SMP dan SMA tidak terkendala karena ada
bagian TU yang tetap masuk meskipun sedang libur. Akan tetapi berbeda untuk
jenjang SD, mereka tidak mempunyai TU.
Alhasil, saya
atau lebih tepatnya bapak saya berinisiatif untuk bersilaturahmi langsung ke
kediaman Kepala Sekolah dengan harapan bisa langsung mendapatkan legalisir.
Baik saya maupun bapak tidak mengenal sosok Kepala Sekolah SD yang baru, tempat
saya sekolah dahulu. Waktu berjalan, dan saya sadar sudah berapa tahun ya saya
lulus dari sana sampai-sampai tidak tahu siapa Kepala Sekolah yang baru,
padahal jarak rumah saya dengan SD tidak terlalu jauh.
Tepatnya,
sehabis maghrib kami berangkat ke kediaman Kepala Sekolah. Kami berhenti di
depan sebuah rumah mungil dengan halaman depan yang mungil pula. Bapak seperti
agak ragu untuk masuk, akhirnya beliau bertanya kepada tetangga di depan rumah.
Setelah yakin, kami pun melangkah ke pintu.
Tok tok tok,
“Assalamu’alaikum” ucap kami berbarengan.
“Wa’alaikumsalam”
wanita separuh baya menjawab salam sambil melangkah keluar. “maaf, bapak
mencari siapa ya?
“mau mencari
Kepala Sekolah SDN Kedungotok 1, apa benar ini rumahnya?” bapak menjawab
sekaligus bertanya.
“ohiya benar,
silakan masuk” ucap ibu tadi sambil mempersilakan kami duduk di ruang tamu.
Tidak lama
kemudian sesosok bapak yang kurus dan tinggi keluar dan menyapa kami. Sekilas,
tidak ada yang istimewa dari sosok beliau. Dari tutur kata dan bahasa tubuhnya
semua orang bahkan orang yang baru pertama bertemu beliau seperti saya ini,
dapat berpendapat bahwa beliau adalah sosok yang ramah dan baik hati. Entah,
saya pun tak tahu kenapa saya bisa berpendapat demikian.
Kemudian
bapak mengutarakan maksud kami kemari adalah untuk meminta legalisir. Dengan
senyum ramah beliau pun menerima ijazah SD saya beserta fotokopiannya. Setelah
memeriksa keaslian ijazah dan fotokopiannya, beliau pun masuk ke dalam rumah.
Dan kembali dengan membawa kresek putih dan bulpoin khusus. Ternyata isi kresek
putih tersebut adalah stempel.
Sambil
berbincang-bincang dengan kami, beliaupun memberikan tanda tangan selembar demi
selembar dengan hati-hati. Setelah itu beliau memberikan stempel dengan sangat
hati-hati pula, memastikan bahwa seluruh bagian stempel terkena tinta agar
menjadi jelas saat berada di kertas, tak lupa beliau juga selalu menyipitkan
mata untuk memastikan bahwa letak stempel lurus agar hasilnya rapi. Dalam hati
saya berkata, wah sungguh telaten sekali bapak Kepala Sekolah ini.
Setelah
semuanya beres, beliau memberikan kertas-kertas itu ke saya. Sambil saya
mengecek hasil legalisiran satu per satu, bapak dan Kepala Sekolah
berbincang-bincang. Dan setelah beberapa perbincangan basa-basi, bapak pun
akhirnya bertanya.
“maaf Pak,
jika boleh saya bertanya, kenapa kok sepertinya bapak sangat memudahkan kami
dalam meminta legalisir ini?. Kok tidak banyak pertanyaan, persyaratan,
wejangan, dan lain-lain. Bahkan bapak juga sangat ramah, padahal belum pernah
bertemu.” Yah, kali ini saya sependapat dengan pertanyaan yang diajukan bapak.
Sambil
tersenyum beliau menjawab, “oalah pak, buat apa mempersulit sesuatu kalau
sebenarnya itu mudah. Saya melakukan ini, dan bahkan semua yang saya lakukan
dalam menjalankan jabatan Kepala Sekolah, semuanya selalu saya usahakan untuk
memberikan kemudahan kepada orang lain. Jika ditanya mengapa, jawaban saya
hanya satu. Saya selalu teringat anak saya yang sudah mulai dewasa, saya selalu
berharap agar dimanapun mereka berada, dan kapanpun mereka membutuhkan sesuatu,
Allah selalu memberikan kemudahan juga, entah lewat tangan orang lain maupun
langsung dari Allah.”
“oooo...iya
pak, memang sebagai orang tua dalam melakukan kegiatan apapun selalu ingat
anak” sambung bapak.
Sedangkan
saya tidak menjawab apa-apa, hanya tercengang mendengar ucapan seorang Kepala
Sekolah. Subhanallah.... satu lagi pelajaran yang bisa saya petik.
Akhirnya saya
pun menyadari, memang dilihat dari segi penampilan fisik, pak Kepala Sekolah
ini tidak memiliki sesuatu yang istimewa, semuanya biasa-biasa saja.
Akan tetapi
saat beliau bertutur, berekspresi, dan melakukan sesuatu, keistimewaan itu
muncul, yaitu sosok yang sederhana, bersahaja, ramah, tulus, baik, dan selalu
berusaha memberikan kemudahan bagi orang lain. Jujur, selama ini sosok kepala
sekolah yang saya ketahui selalu menimbulkan perasaan “sungkan” bagi para
bawahannya dan juga murid-muridnya. Entah apa penyebabnya, apa mereka ingin
dihargai, disanjung, dan dijunjung tinggi. Entahlah apapun itu, yang jelas
Kepala Sekolah yang satu ini sungguh berbeda, tidak timbul rasa “sungkan” itu,
yang ada hanyalah rasa nyaman berada di dekat seorang bapak sederhana yang bisa
mengayomi.
_____________________________________________________________________________
Dari beberapa
kisah pribadi yang saya alami, kiranya kita semua dapat mengambil pelajaran
yang sering kita lupakan sebagai anak, bahkan mungkin kita tidak sadar.
Dalam
diamnya, mereka selalu berharap yang terbaik untuk kita
Dalam setiap
hembusan napasnya, selalu terurai do’a untuk kita
Dalam langkah
beratnya dalam kelelahan, mereka tetap semangat mencari rejeki untuk kita
Dalam setiap
tuturnya, adalah nasehat berhaga untuk kita
Dalam setiap
tingkah-lakunya, selalu ada harapan dan do’a agar segala kebaikan yang
dilakukan dapat memberikan kebaikan pula pada kita putra-putrinya.
I do love
you... Bapak, Ibuk....
1 komentar
thank you for nice information
rekayasateknologi@uhamka.ac.id
Silahkan Beri Komentar Saudara...